BLOG RESMI MASJID NURUL HUDA PULO TEMPEH LUMAJANG

Selasa, 16 Juli 2013

TARTILAN


http://upquran.com/gift/1.htm (2) : http://upquran.com/gift/2.htm (3) : http://upquran.com/gift/3.htm (4) : http://upquran.com/gift/4.htm (5) : http://upquran.com/gift/5.htm (6) : http://upquran.com/gift/6.htm (7) : http://upquran.com/gift/7.htm (8) : http://upquran.com/gift/8.htm (9) : http://upquran.com/gift/9.htm (10) : http://upquran.com/gift/10.htm (11) : http://upquran.com/gift/11.htm (12) : http://upquran.com/gift/12.htm (13) : http://upquran.com/gift/13.htm (14) : http://upquran.com/gift/14.htm (15) : http://upquran.com/gift/15.htm (16) : http://upquran.com/gift/16.htm (17) : http://upquran.com/gift/17.htm (18) : http://upquran.com/gift/18.htm (16) : http://upquran.com/gift/19.htm (20) : http://upquran.com/gift/20.htm (21) : http://upquran.com/gift/21.htm (22) : http://upquran.com/gift/22.htm (23) : http://upquran.com/gift/23.htm (24) : http://upquran.com/gift/24.htm (25) : http://upquran.com/gift/25.htm (26) : http://upquran.com/gift/26.htm (27) : http://upquran.com/gift/27.htm (28) : http://upquran.com/gift/28.htm (29

Senin, 15 Juli 2013

Dialog gus dur


“DIALOG GUS DUR Vs SANTRI..” Sebelum Gus Dur wafat, Beliau pernah berdialog dengan salah seorang santrinya, berikut isi dialog tersebut.. Santri : "Ini semua gara-gara Nabi Adam, ya Gus!" Gus Dur : "Loh, kok tiba-tiba menyalahkan Nabi Adam, kenapa Kang." Santri : "Lah iya, Gus. Gara-gara Nabi Adam dulu makan buah terlarang, kita sekarang merana. Kalau Nabi Adam dulu enggak tergoda Iblis kan kita anak cucunya ini tetap di surga. Enggak kayak sekarang, sudah tinggal di bumi, eh ditakdirkan hidup di Negara terkorup, sudah begitu jadi orang miskin pula. Emang seenak apa sih rasanya buah itu, Gus?" Gus Dur : "Ya tidak tahu lah, saya kan juga belum pernah nyicip. Tapi ini sih bukan soal rasa. Ini soal khasiatnya." Santri : "Kayak obat kuat aja pake khasiat segala. Emang Iblis bilang khasiatnya apa sih, Gus? Kok Nabi Adam bisa sampai tergoda?" Gus Dur : "Iblis bilang, kalau makan buah itu katanya bisa menjadikan Nabi Adam abadi." Santri : "Anti-aging gitu, Gus?" Gus Dur : "Iya. Pokoknya kekal." Santri : "Terus Nabi Adam percaya, Gus? Sayang, iblis kok dipercaya." Gus Dur : "Lho, Iblis itu kan seniornya Nabi Adam." Santri : "Maksudnya senior apa, Gus?" Gusdur : "Iblis kan lebih dulu tinggal di surga dari pada Nabi Adam dan Siti Hawa." Santri : "Iblis tinggal di surga? Masak sih, Gus?" Gus Dur : "Iblis itu dulu nya juga penghuni surga, terus di usir, lantas untuk menggoda Nabi Adam, iblis menyelundup naik ke surga lagi dengan berserupa ular dan mengelabui merak sang burung surga, jadi iblis bisa membisik dan menggoda Nabi Adam." Santri : "Oh iya, ya. Tapi, walau pun Iblis yang bisikin, tetap saja Nabi Adam yang salah. Gara- garanya, aku jadi miskin kayak gini." Gus Dur : "Kamu salah lagi, Kang. Manusia itu tidak diciptakan untuk menjadi penduduk surga. Baca surat Al-Baqarah : 30. Sejak awal sebelum Nabi Adam lahir… eh, sebelum Nabi Adam diciptakan, Tuhan sudah berfirman ke para malaikat kalo Dia mau menciptakan manusia yang menjadi khalifah (wakil Tuhan) di bumi." Santri : "Lah, tapi kan Nabi Adam dan Siti Hawa tinggal di surga?" Gus Dur : "Iya, sempat, tapi itu cuma transit. Makan buah terlarang atau tidak, cepat atau lambat, Nabi Adam pasti juga akan diturunkan ke bumi untuk menjalankan tugas dari-Nya, yaitu memakmurkan bumi. Di surga itu masa persiapan, penggemblengan. Di sana Tuhan mengajari Nabi Adam bahasa, kasih tahu semua nama benda. (lihat Al- Baqarah : 31). Santri : "Jadi di surga itu cuma sekolah gitu, Gus?" Gus Dur : "Kurang lebihnya seperti itu. Waktu di surga, Nabi Adam justru belum jadi khalifah. Jadi khalifah itu baru setelah beliau turun ke bumi." Santri : "Aneh." Gus Dur : "Kok aneh? Apanya yang aneh?" Santri : "Ya aneh, menyandang tugas wakil Tuhan kok setelah Nabi Adam gagal, setelah tidak lulus ujian, termakan godaan Iblis? Pendosa kok jadi wakil Tuhan." Gus Dur : "Lho, justru itu intinya. Kemuliaan manusia itu tidak diukur dari apakah dia bersih dari kesalahan atau tidak. Yang penting itu bukan melakukan kesalahan atau tidak melakukannya. Tapi bagaimana bereaksi terhadap kesalahan yang kita lakukan. Manusia itu pasti pernah keliru dan salah, Tuhan tahu itu. Tapi meski demikian nyatanya Allah memilih Nabi Adam, bukan malaikat." Santri : "Jadi, tidak apa-apa kita bikin kesalahan, gitu ya, Gus?" Gus Dur : "Ya tidak seperti itu juga. Kita tidak bisa minta orang untuk tidak melakukan kesalahan. Kita cuma bisa minta mereka untuk berusaha tidak melakukan kesalahan. Namanya usaha, kadang berhasil, kadang enggak." Santri : "Lalu Nabi Adam berhasil atau tidak, Gus?" Gus Dur : "Dua-duanya." Santri : "Kok dua-duanya?" Gus Dur : "Nabi Adam dan Siti Hawa melanggar aturan, itu artinya gagal. Tapi mereka berdua kemudian menyesal dan minta ampun. Penyesalan dan mau mengakui kesalahan, serta menerima konsekuensinya (dilempar dari surga), adalah keberhasilan." Santri : "Ya kalo cuma gitu semua orang bisa. Sesal kemudian tidak berguna, Gus." Gus Dur : "Siapa bilang? Tentu saja berguna dong. Karena menyesal, Nabi Adam dan Siti Hawa dapat pertobatan dari Tuhan dan dijadikan khalifah (lihat Al-Baqarah: 37). Bandingkan dengan Iblis, meski sama-sama diusir dari surga, tapi karena tidak tobat, dia terkutuk sampe hari kiamat." Santri : "Ooh..." Gus Dur : "Jadi intinya begitu lah. Melakukan kesalahan itu manusiawi. Yang tidak manusiawi, ya yang iblisi itu kalau sudah salah tapi tidak mau mengakui kesalahannya justru malah merasa bener sendiri, sehingga menjadi sombong." Santri : "Jadi kesalahan terbesar Iblis itu apa, Gus? Tidak mengakui Tuhan?" Gus Dur : "Iblis bukan atheis, dia justru monotheis. Percaya Tuhan yang satu." Santri : "Masa sih, Gus?" Gus Dur : "Lho, kan dia pernah ketemu Tuhan, pernah dialog segala kok." Santri : "Terus, kesalahan terbesar dia apa?" Gus Dur : "Sombong, menyepelekan orang lain dan memonopoli kebenaran." Santri : "Wah, persis cucunya Nabi Adam juga tuh." Gus Dur : "Siapa? Ente? Santri : "Bukan. Cucu Nabi Adam yang lain, Gus. Mereka mengaku yang paling bener, paling sunnah, paling ahli surga. Kalo ada orang lain berbeda pendapat akan mereka serang. Mereka tuduh kafir, ahli bid'ah, ahli neraka. Orang lain disepelekan. Mereka mau orang lain menghormati mereka, tapi mereka tidak mau menghormati orang lain. Kalau sudah marah nih, Gus. Orang-orang ditonjokin, barang-barang orang lain dirusak, mencuri kitab kitab para ulama. Setelah itu mereka bilang kalau mereka pejuang kebenaran. Bahkan ada yang sampe ngebom segala loh." Gus Dur : "Wah, persis Iblis tuh." Santri : "Tapi mereka siap mati, Gus. Karena kalo mereka mati nanti masuk surga katanya." Gus Dur : "Siap mati, tapi tidak siap hidup." Santri : "Bedanya apa, Gus?" Gus Dur : "Orang yang tidak siap hidup itu berarti tidak siap menjalankan agama." Santri : "Lho, kok begitu?" Gus Dur : "Nabi Adam dikasih agama oleh Tuhan kan waktu diturunkan ke bumi (lihat Al- Baqarah: 37). Bukan waktu di surga." Santri : "Jadi, artinya, agama itu untuk bekal hidup, bukan bekal mati?" Gus Dur : "Pinter kamu, Kang!" Santri : "Santrinya siapa dulu dong? Gus Dur."

Selasa, 02 Juli 2013

ANTARA QODLO SHOLAT FARDU DAN SHOLAT SUNNAH


ANTARA QODLO SHOLAT FARDU DAN SHOLAT SUNNAH 25 JUNI 2013. PUKUL 02.00 DI DALAM FATAWIL AZHAR JUZ 9 HAL 9. BAB QODHOUSSHOLAH WATTANAFFULI ( maktabah syamelah) قضاء الصلاة والتنفل المفتي عطية صقر . مايو 1997 المبادئ القرآن والسنة السؤال فاتتنى صلوات كثيرة وعزمت على قضائها، فهل الأفضل أن أشغل كل وقتى بالقضاء أم أصلى النوافل وأقضى ما فات متى على قدر استطاعتى ؟ الجواب اتفق الأئمة الأربعة على أن قضاء الصلاة الفائتة واجب على الفور إذا فاتت بغير عذر، واستثنى الشافعية من الفورية ثلاث حالات ، الأولى إذا تذكر الفائتة وقت خطبة الجمعة فإنه يجب تأخير القضاء حتى يصلى الجمعة ، والثانية إذا ضاق وقت الحاضرة ، بحيث لا يسع القضاء مع الحاضرة، والثالثة إذا تذكر الفائتة بعد شروعه فى الصلاة الحاضرة . أما إذا فاتت الصلاة بعذر، فالأئمة الثلاثة على أن القضاء واجب على الفور أيضا ، والشافعية قالوا : القضاء واجب على التراخى . ولعل مما يؤيد رأى الجمهور أن الحديث صرح بالقضاء عند التذكر حتى لو كان الفوات بعذر، فقد روى البخارى ومسلم أن النبى صلى الله عليه وسلم قال "من نسى صلاة فليصلها إذا ذكرها لا كفارة لها إلا ذلك " وفي رواية "إذا رقد أحدكم عن الصلاة او غفل عنها فليصلها إذا ذكرها ، فإن اللَّه عز وجل يقول {وأقم الصلاة لذكرى} طه : 14 ، . وقد تجاوز اللَّه لأمة النبى صلى الله عليه وسلم عن الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه . وقد استثنى الأئمة من الوجوب الفورى ما لو كان هناك عذر كالسعى فى تحصيل الرزق وتحصيل العلم الواجب وجوبا عينيا ، وكالأكل والنوم . وبناء على قولهم بوجوب القضاء فورا قالوا : إن مما ينافى الفورية الاشتغال بصلاة النوافل ، واختلفت آراؤهم في ذلك على النحو الآتى : 1 -الحنفية قالوا : الاشتغال بصلاة النوافل لا ينافى القضاء فورا، وإنما الأولى أن يشتغل بقضاء الفوائت ويترك النوافل إلا السنن الراتبة ، وصلاة الضحى وصلاة التسبيح وتحية المسجد وصلاة أربع قبل الظهر وست بعد المغرب . 2 -والمالكية قالوا: يحرم على من عليه فوائت أن يصلى شيئًا من النوافل إلا فجر يومه والشفع والوتر، وإلا السنة كصلاة العيد ، فإذا صلى نافلة غير هذه كالتراويح كان مأجورا من جهة كون الصلاة فى نفسها طاعة، وكان آثما من جهة تأخير القضاء . ورخصوا فى يسير النوافل كتحية المسجد والسنن الرواتب . 3- والشافعية قالوا : يحرم على من عليه فوائت يجب عليه قضاؤها فورا- وقد تقدم ذكرها-أن يشتغل بصلاة التطوع مطلقا، سواء كانت راتبة أو غيرها حتى تبرأ ذمته من الفوائت . 4 - والحنابلة قالوا : يحرم على من عليه فوائت أن يصلى النفل المطلق ، فلو صلاه لا ينعقد، وأما النفل المقيد كالسنن الرواتب والوتر فيجوز له أن يصليه فى هذه الحالة ، ولكن الأولى تركه إن كانت الفوائت كثيرة، ويستثنى من ذلك سنة الفجر فإنه يطلب قضاؤها ولو كثرت الفوائت وذلك لتأكدها وحث الشارع عليها "فقه المذاهب - نشر وزارة الأوقاف المصرية " DAN DI DALAM FATAWIL FIQHIYYAH AL KUBRO IBNU HAJAR AL HAITAMI JUZ 2 HAL 224( maktabah syamelah) ( وَسُئِلَ ) رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَمَّا إذَا كَانَ عَلَى شَخْصٍ فَائِتَةٌ وَأَرَادَ أَنْ يَقْضِيَهَا مَعَ رَاتِبَتِهَا فَهَلْ يُقَدِّمُ الرَّاتِبَةَ الْمُتَقَدِّمَةَ عَلَى الْفَرْضِ أَوْ يُؤَخِّرُهَا عَنْهُ أَوْ لَا يَقْضِي الرَّوَاتِبَ إلَّا بَعْدَ تَمَامِ الْفَرَائِضِ إنْ كَانَتْ عَلَيْهِ وَمَنْ كَانَتْ عَلَيْهِ فَوَائِتُ كَثِيرَةٌ فَهَلْ لَهُ أَنْ يُصَلِّيَ النَّوَافِلَ مَعَ قَضَاءِ تِلْكَ الْفَوَائِتِ أَمْ لَا وَهَلْ يُفَرَّقُ بَيْنَ الرَّوَاتِبِ وَغَيْرِهَا فِي ذَلِكَ أَوْ لَا وَبَيْنَ رَوَاتِبِ الْفَائِتَةِ وَالْحَاضِرَةِ أَوْ لَا ؟ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ : الَّذِي رَجَّحْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ لَهُ تَقْدِيمُ الْبَعْدِيَّةِ عَلَى الْفَائِتِ كَالْحَاضِرِ وَعِبَارَتُهُ : وَلَوْ فَاتَتْهُ الْعِشَاءُ فَهَلْ لَهُ قَضَاءُ الْوِتْرِ قَبْلَهَا وَجْهَانِ فِي الْبَحْرِ أَوْجَهُهُمَا كَمَا مَرَّ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ ؛ لِأَنَّ الْأَصْلَ فِي الْقَضَاءِ أَنَّهُ يَحْكِي الْأَدَاءَ وَدَعْوَى قُصُورِ التَّبَعِيَّةِ عَلَى الْوَقْتِ تَحْتَاجُ لِدَلِيلٍ ثُمَّ رَأَيْت بَعْضَ مُخْتَصِرِي الرَّوْضَةِ وَمُحَشِّيهَا رَجَّحَا مَا رَجَّحْته وَبَعْضُ شُرَّاحِ الْإِرْشَادِ رَجَّحَ مُقَابِلَهُ . وَاسْتَنَدَ لِهَذِهِ الدَّعْوَى الْمَرْدُودَةِ ، وَابْنُ عُجَيْلٍ رَجَّحَ مَا رَجَّحْته أَيْضًا فَقَالَ : الْقِيَاسُ فِي الرَّوَاتِبِ الْمُتَأَخِّرَةِ يَقْضِي بِأَنَّهُ لَا بُدَّ مِنْ التَّرْتِيبِ فِي الْقَضَاءِ كَمَا لَا بُدَّ مِنْهُ فِي الْأَدَاءِ ؛ لِأَنَّ تَرْتِيبَ إحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى لَا يَتَعَلَّقُ بِوَقْتٍ بِخِلَافِ الْفَرَائِضِ فَإِنَّ تَرْتِيبَ بَعْضِهَا عَلَى بَعْضٍ اُسْتُحِقَّ لِأَجْلِ الْوَقْتِ فَسَقَطَ بِفَوَاتِهِ وَبِخِلَافِ صَوْمِ السَّبْعَةِ الْأَيَّامِ وَصَوْمِ الثَّلَاثَةِ فَإِنَّهُ مُخْتَلَفٌ فِي أَنَّ التَّفْرِيقَ بَيْنَهُمَا هَلْ كَانَ فِي الْأَدَاءِ لِأَجْلِ الْوَقْتِ فَسَقَطَ بِفَوَاتِهِ أَوْ كَانَ مِنْ حَيْثُ الْعَمَلُ فَلَمْ يَسْقُطْ بِفَوَاتِهِ وَأَمَّا هَذَا فَلَمْ يَخْتَلِفْ فِيهِ أَحَدٌ ، وَلَا يُشْرَعُ فِيهِ اخْتِلَافٌ ا هـ . وَاعْتَمَدَهُ الرِّيمِيُّ فِي تَفْقِيهِهِ انْتَهَتْ عِبَارَةُ الشَّرْحِ الْمَذْكُورِ ، وَمِنْهَا عُلِمَ أَنَّ الْمُعْتَمَدَ الَّذِي عَلَيْهِ ابْنُ عُجَيْلٍ وَالرِّيمِيُّ وَبَعْضُ مُخْتَصِرِي الرَّوْضَةِ وَبَعْضُ مُحَشِّيهَا أَنَّهُ لَا يَجُوزُ تَقْدِيمُ الْمُتَأَخِّرَةِ عَلَى الْفَرْضِ بِمَا تَقَرَّرَ ، وَأَنَّ مَنْ رَجَّحَ جَوَازَ تَقْدِيمِهَا زَاعِمًا قُصُورَ التَّبَعِيَّةِ عَلَى الْوَقْتِ يَحْتَاجُ لِإِقَامَةِ دَلِيلٍ عَلَى ذَلِكَ الزَّعْمِ ، وَلَنْ نَجِدَهُ بَلْ الْمَوْجُودُ فِي كَلَامِهِمْ رَدُّهُ وَمَنْ عَلَيْهِ فَوَائِتُ فَإِنْ كَانَتْ فَائِتَةً بِعُذْرٍ جَازَ لَهُ قَضَاءُ النَّوَافِلِ مَعَهَا سَوَاءٌ الرَّاتِبَةُ وَغَيْرُهَا ؛ إذْ مِنْ الْمُقَرَّرِ عِنْدَنَا أَنَّهُ يُسَنُّ قَضَاءُ النَّوَافِلِ الْمُؤَقَّتَةِ لَيْلًا وَنَهَارًا وَإِنْ لَمْ تُشْرَعْ لَهَا جَمَاعَةٌ طَالَ الزَّمَانُ أَوْ قَصُرَ ، وَفِي وَجْهٍ ضَعِيفٍ وَإِنْ قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ : إنَّهُ الصَّحِيحُ وَإِنَّ عَلَيْهِ عَامَّةَ الْأَصْحَابِ أَنَّهُ لَا يَقْضِي إلَّا الْمُسْتَقِلَّةَ كَالْعِيدِ دُونَ الرَّاتِبَةِ . وَفِي آخَرَ ضَعِيفٍ قَالَ بِهِ الْقَفَّالُ أَنَّ التَّرَاوِيحَ لَا تُقْضَى نَعَمْ لَا يُقْضَى ذُو سَبَبٍ كَالْكُسُوفِ وَالِاسْتِسْقَاءِ وَالتَّحِيَّةِ وَنَحْوِهَا مِمَّا يُفْعَلُ لِعَارِضٍ زَالَ ؛ لِأَنَّ فِعْلَهُ لِذَلِكَ الْعَارِضِ وَقَدْ زَالَ ، وَلَوْ اعْتَادَ صَلَاةً ، وَلَوْ غَيْرَ مُؤَقَّتَةٍ فَفَاتَتْهُ سُنَّ لَهُ قَضَاؤُهَا قَالَ الرَّافِعِيُّ فِي صَوْمِ التَّطَوُّعِ : وَقَدْ يُنْدَبُ قَضَاءُ النَّفْلِ الْمُطْلَقِ كَأَنْ شَرَعَ فِيهِ ثُمَّ أَفْسَدَهُ . وَإِنْ كَانَتْ فَاتَتْ بِغَيْرِ عُذْرٍ لَمْ يَجُزْ لَهُ فِعْلُ شَيْءٍ مِنْ النَّوَافِلِ قَبْلَ قَضَائِهَا ؛ لِأَنَّهُ وَاجِبٌ عَلَيْهِ فَوْرًا وَبِصَرْفِ الزَّمَنِ لِلنَّوَافِلِ تَفُوتُ الْفَوْرِيَّةُ فَلَزِمَهُ الْمُبَادَرَةُ لِقَضَائِهَا ، وَهِيَ لَا تُوجَدُ إلَّا إنْ صَرَفَ لَهَا جَمِيعَ زَمَنِهِ فَيَجِبُ عَلَى مَنْ عَلَيْهِ فَوَائِتُ بِغَيْرِ عُذْرٍ أَنْ يَصْرِفَ جَمِيعَ زَمَنِهِ إلَى قَضَائِهَا ، وَلَا يَسْتَثْنِيَ مِنْ ذَلِكَ إلَّا الزَّمَنَ الَّذِي يَحْتَاجُ إلَى صَرْفِهِ فِيمَا لَا بُدَّ مِنْهُ مِنْ نَحْوِ نَوْمِهِ وَتَحْصِيلِ مُؤْنَتِهِ وَمُؤْنَةِ مَنْ تَلْزَمُهُ مُؤْنَتُهُ ، وَهَذَا ظَاهِرٌ ، وَإِنْ لَمْ يَذْكُرُوهُ ؛ لِأَنَّهُ إذَا لَزِمَهُ الْقَضَاءُ فَوْرًا كَانَ مُخَاطَبًا بِهِ خِطَابًا إيجَابِيًّا إلْزَامِيًّا فِي كُلِّ لَحْظَةٍ فَمَا اُضْطُرَّ لِصَرْفِهِ فِي غَيْرِ ذَلِكَ بِعُذْرٍ فِي التَّأْخِيرِ بِقَدْرِهِ . وَمَا لَمْ يُضْطَرَّ لِصَرْفِهِ فِي شَيْءٍ يَجِبُ عَلَيْهِ صَرْفُهُ فِي ذَلِكَ الْوَاجِبِ عَلَيْهِ الْفَوْرِيِّ ، وَإِلَّا كَانَ عَاصِيًا آثِمًا بِالتَّأْخِيرِ كَمَا أَنَّهُ عَاصٍ آثِمٌ بِالتَّرْكِ وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ . DALAM BUJAIRIMI ALAL KHOTIB JUZ 3 HAL 412 قَوْلُهُ : ( وَيُبَادَرُ ) بِفَتْحِ الدَّالِ الْمُهْمَلَةِ وَكَسْرِهَا بِفَائِتٍ إنْ فَاتَ بِلَا عُذْرٍ تَعْجِيلًا لِبَرَاءَةِ الذِّمَّةِ . قَوْلُهُ : ( إنْ فَاتَ بِلَا عُذْرٍ ) مَا لَمْ يَلْزَمْ عَلَيْهِ فَوَاتُ التَّرْتِيبِ كَأَنْ فَاتَهُ الظُّهْرُ بِعُذْرٍ وَالْعَصْرُ بِلَا عُذْرٍ ، فَيَبْدَأُ بِالظُّهْرِ نَدْبًا لَا بِالْعَصْرِ خِلَافًا لِمَنْ قَالَ قِيَاسُ قَوْلِهِمْ : إنَّهُ يَجِبُ قَضَاءُ مَا فَاتَ بِغَيْرِ عُذْرٍ فَوْرًا أَنْ تَجِبَ الْبُدَاءَةُ بِهِ وَإِنْ فَاتَ التَّرْتِيبُ الْمَحْبُوبُ . وَعُورِضَ بِأَنَّ خِلَافَ التَّرْتِيبِ خِلَافٌ فِي الصِّحَّةِ وَمُرَاعَاتُهُ أَوْلَى مِنْ مُرَاعَاةِ الْكَمَالَاتِ الَّتِي تَصِحُّ الصَّلَاةُ بِدُونِهَا وَهِيَ الْمُبَادَرَةُ ح ل وَشَرْحُ م ر وَمِنْ غَيْرِ الْعُذْرِ أَنْ تَفُوتَهُ الصَّلَاةُ فِي مَرَضِهِ فَيَجِبُ عَلَيْهِ قَضَاؤُهَا فَوْرًا بِأَنْ يَشْتَغِلَ جَمِيعَ الزَّمَنِ بِقَضَائِهَا مَا عَدَا مَا يُضْطَرُّ إلَيْهِ مِنْ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَمُؤَنِ مَمُونِهِ ، بَلْ يَحْرُمُ فِعْلُ التَّطَوُّعِ مَا دَامَتْ فِي ذِمَّتِهِ فَتَجِبُ الْمُبَادَرَةُ وَلَوْ عَلَى حَاضِرَةٍ إنْ اتَّسَعَ وَقْتُهَا ، بَلْ لَا يَجُوزُ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ لِمَنْ عَلَيْهِ فَوَائِتُ بِغَيْرِ عُذْرٍ أَنْ يَصْرِفَ زَمَنًا لِغَيْرِ قَضَائِهَا كَالتَّطَوُّعِ إلَّا مَا يُضْطَرُّ إلَيْهِ لِنَحْوِ نَوْمٍ أَوْ مَئُونَةٍ أَوْ لِفِعْلِ وَاجِبٍ مَضِيقٍ يَخْشَى فَوْتَهُ ا هـ تُحْفَةٌ قَالَ ع ش . وَمِثْلُهُ فِي التَّفْصِيلِ الْمَذْكُورِ نِسْيَانُ الْقُرْآنِ بَعْدَ بُلُوغِهِ لِفِسْقِهِ بِهِ ا هـ . فَيُصْرَفُ الزَّمَنُ الْمُتَقَدِّمُ فِي حِفْظِهِ إلَّا مَا اُسْتُثْنِيَ وَيَكْفِي فِي صِحَّةِ تَوْبَتِهِ الْعَزْمُ عَلَى الْحِفْظِ مَعَ الشُّرُوعِ فِيهِ ا هـ ا ط ف .

ANTARA QODLO SHOLAT FARDU DAN SHOLAT SUNNAH


ANTARA QODLO SHOLAT FARDU DAN SHOLAT SUNNAH 25 JUNI 2013. PUKUL 02.00 DI DALAM FATAWIL AZHAR JUZ 9 HAL 9. BAB QODHOUSSHOLAH WATTANAFFULI ( maktabah syamelah) قضاء الصلاة والتنفل المفتي عطية صقر . مايو 1997 المبادئ القرآن والسنة السؤال فاتتنى صلوات كثيرة وعزمت على قضائها، فهل الأفضل أن أشغل كل وقتى بالقضاء أم أصلى النوافل وأقضى ما فات متى على قدر استطاعتى ؟ الجواب اتفق الأئمة الأربعة على أن قضاء الصلاة الفائتة واجب على الفور إذا فاتت بغير عذر، واستثنى الشافعية من الفورية ثلاث حالات ، الأولى إذا تذكر الفائتة وقت خطبة الجمعة فإنه يجب تأخير القضاء حتى يصلى الجمعة ، والثانية إذا ضاق وقت الحاضرة ، بحيث لا يسع القضاء مع الحاضرة، والثالثة إذا تذكر الفائتة بعد شروعه فى الصلاة الحاضرة . أما إذا فاتت الصلاة بعذر، فالأئمة الثلاثة على أن القضاء واجب على الفور أيضا ، والشافعية قالوا : القضاء واجب على التراخى . ولعل مما يؤيد رأى الجمهور أن الحديث صرح بالقضاء عند التذكر حتى لو كان الفوات بعذر، فقد روى البخارى ومسلم أن النبى صلى الله عليه وسلم قال "من نسى صلاة فليصلها إذا ذكرها لا كفارة لها إلا ذلك " وفي رواية "إذا رقد أحدكم عن الصلاة او غفل عنها فليصلها إذا ذكرها ، فإن اللَّه عز وجل يقول {وأقم الصلاة لذكرى} طه : 14 ، . وقد تجاوز اللَّه لأمة النبى صلى الله عليه وسلم عن الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه . وقد استثنى الأئمة من الوجوب الفورى ما لو كان هناك عذر كالسعى فى تحصيل الرزق وتحصيل العلم الواجب وجوبا عينيا ، وكالأكل والنوم . وبناء على قولهم بوجوب القضاء فورا قالوا : إن مما ينافى الفورية الاشتغال بصلاة النوافل ، واختلفت آراؤهم في ذلك على النحو الآتى : 1 -الحنفية قالوا : الاشتغال بصلاة النوافل لا ينافى القضاء فورا، وإنما الأولى أن يشتغل بقضاء الفوائت ويترك النوافل إلا السنن الراتبة ، وصلاة الضحى وصلاة التسبيح وتحية المسجد وصلاة أربع قبل الظهر وست بعد المغرب . 2 -والمالكية قالوا: يحرم على من عليه فوائت أن يصلى شيئًا من النوافل إلا فجر يومه والشفع والوتر، وإلا السنة كصلاة العيد ، فإذا صلى نافلة غير هذه كالتراويح كان مأجورا من جهة كون الصلاة فى نفسها طاعة، وكان آثما من جهة تأخير القضاء . ورخصوا فى يسير النوافل كتحية المسجد والسنن الرواتب . 3- والشافعية قالوا : يحرم على من عليه فوائت يجب عليه قضاؤها فورا- وقد تقدم ذكرها-أن يشتغل بصلاة التطوع مطلقا، سواء كانت راتبة أو غيرها حتى تبرأ ذمته من الفوائت . 4 - والحنابلة قالوا : يحرم على من عليه فوائت أن يصلى النفل المطلق ، فلو صلاه لا ينعقد، وأما النفل المقيد كالسنن الرواتب والوتر فيجوز له أن يصليه فى هذه الحالة ، ولكن الأولى تركه إن كانت الفوائت كثيرة، ويستثنى من ذلك سنة الفجر فإنه يطلب قضاؤها ولو كثرت الفوائت وذلك لتأكدها وحث الشارع عليها "فقه المذاهب - نشر وزارة الأوقاف المصرية " DAN DI DALAM FATAWIL FIQHIYYAH AL KUBRO IBNU HAJAR AL HAITAMI JUZ 2 HAL 224( maktabah syamelah) ( وَسُئِلَ ) رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَمَّا إذَا كَانَ عَلَى شَخْصٍ فَائِتَةٌ وَأَرَادَ أَنْ يَقْضِيَهَا مَعَ رَاتِبَتِهَا فَهَلْ يُقَدِّمُ الرَّاتِبَةَ الْمُتَقَدِّمَةَ عَلَى الْفَرْضِ أَوْ يُؤَخِّرُهَا عَنْهُ أَوْ لَا يَقْضِي الرَّوَاتِبَ إلَّا بَعْدَ تَمَامِ الْفَرَائِضِ إنْ كَانَتْ عَلَيْهِ وَمَنْ كَانَتْ عَلَيْهِ فَوَائِتُ كَثِيرَةٌ فَهَلْ لَهُ أَنْ يُصَلِّيَ النَّوَافِلَ مَعَ قَضَاءِ تِلْكَ الْفَوَائِتِ أَمْ لَا وَهَلْ يُفَرَّقُ بَيْنَ الرَّوَاتِبِ وَغَيْرِهَا فِي ذَلِكَ أَوْ لَا وَبَيْنَ رَوَاتِبِ الْفَائِتَةِ وَالْحَاضِرَةِ أَوْ لَا ؟ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ : الَّذِي رَجَّحْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ لَهُ تَقْدِيمُ الْبَعْدِيَّةِ عَلَى الْفَائِتِ كَالْحَاضِرِ وَعِبَارَتُهُ : وَلَوْ فَاتَتْهُ الْعِشَاءُ فَهَلْ لَهُ قَضَاءُ الْوِتْرِ قَبْلَهَا وَجْهَانِ فِي الْبَحْرِ أَوْجَهُهُمَا كَمَا مَرَّ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ ؛ لِأَنَّ الْأَصْلَ فِي الْقَضَاءِ أَنَّهُ يَحْكِي الْأَدَاءَ وَدَعْوَى قُصُورِ التَّبَعِيَّةِ عَلَى الْوَقْتِ تَحْتَاجُ لِدَلِيلٍ ثُمَّ رَأَيْت بَعْضَ مُخْتَصِرِي الرَّوْضَةِ وَمُحَشِّيهَا رَجَّحَا مَا رَجَّحْته وَبَعْضُ شُرَّاحِ الْإِرْشَادِ رَجَّحَ مُقَابِلَهُ . وَاسْتَنَدَ لِهَذِهِ الدَّعْوَى الْمَرْدُودَةِ ، وَابْنُ عُجَيْلٍ رَجَّحَ مَا رَجَّحْته أَيْضًا فَقَالَ : الْقِيَاسُ فِي الرَّوَاتِبِ الْمُتَأَخِّرَةِ يَقْضِي بِأَنَّهُ لَا بُدَّ مِنْ التَّرْتِيبِ فِي الْقَضَاءِ كَمَا لَا بُدَّ مِنْهُ فِي الْأَدَاءِ ؛ لِأَنَّ تَرْتِيبَ إحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى لَا يَتَعَلَّقُ بِوَقْتٍ بِخِلَافِ الْفَرَائِضِ فَإِنَّ تَرْتِيبَ بَعْضِهَا عَلَى بَعْضٍ اُسْتُحِقَّ لِأَجْلِ الْوَقْتِ فَسَقَطَ بِفَوَاتِهِ وَبِخِلَافِ صَوْمِ السَّبْعَةِ الْأَيَّامِ وَصَوْمِ الثَّلَاثَةِ فَإِنَّهُ مُخْتَلَفٌ فِي أَنَّ التَّفْرِيقَ بَيْنَهُمَا هَلْ كَانَ فِي الْأَدَاءِ لِأَجْلِ الْوَقْتِ فَسَقَطَ بِفَوَاتِهِ أَوْ كَانَ مِنْ حَيْثُ الْعَمَلُ فَلَمْ يَسْقُطْ بِفَوَاتِهِ وَأَمَّا هَذَا فَلَمْ يَخْتَلِفْ فِيهِ أَحَدٌ ، وَلَا يُشْرَعُ فِيهِ اخْتِلَافٌ ا هـ . وَاعْتَمَدَهُ الرِّيمِيُّ فِي تَفْقِيهِهِ انْتَهَتْ عِبَارَةُ الشَّرْحِ الْمَذْكُورِ ، وَمِنْهَا عُلِمَ أَنَّ الْمُعْتَمَدَ الَّذِي عَلَيْهِ ابْنُ عُجَيْلٍ وَالرِّيمِيُّ وَبَعْضُ مُخْتَصِرِي الرَّوْضَةِ وَبَعْضُ مُحَشِّيهَا أَنَّهُ لَا يَجُوزُ تَقْدِيمُ الْمُتَأَخِّرَةِ عَلَى الْفَرْضِ بِمَا تَقَرَّرَ ، وَأَنَّ مَنْ رَجَّحَ جَوَازَ تَقْدِيمِهَا زَاعِمًا قُصُورَ التَّبَعِيَّةِ عَلَى الْوَقْتِ يَحْتَاجُ لِإِقَامَةِ دَلِيلٍ عَلَى ذَلِكَ الزَّعْمِ ، وَلَنْ نَجِدَهُ بَلْ الْمَوْجُودُ فِي كَلَامِهِمْ رَدُّهُ وَمَنْ عَلَيْهِ فَوَائِتُ فَإِنْ كَانَتْ فَائِتَةً بِعُذْرٍ جَازَ لَهُ قَضَاءُ النَّوَافِلِ مَعَهَا سَوَاءٌ الرَّاتِبَةُ وَغَيْرُهَا ؛ إذْ مِنْ الْمُقَرَّرِ عِنْدَنَا أَنَّهُ يُسَنُّ قَضَاءُ النَّوَافِلِ الْمُؤَقَّتَةِ لَيْلًا وَنَهَارًا وَإِنْ لَمْ تُشْرَعْ لَهَا جَمَاعَةٌ طَالَ الزَّمَانُ أَوْ قَصُرَ ، وَفِي وَجْهٍ ضَعِيفٍ وَإِنْ قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ : إنَّهُ الصَّحِيحُ وَإِنَّ عَلَيْهِ عَامَّةَ الْأَصْحَابِ أَنَّهُ لَا يَقْضِي إلَّا الْمُسْتَقِلَّةَ كَالْعِيدِ دُونَ الرَّاتِبَةِ . وَفِي آخَرَ ضَعِيفٍ قَالَ بِهِ الْقَفَّالُ أَنَّ التَّرَاوِيحَ لَا تُقْضَى نَعَمْ لَا يُقْضَى ذُو سَبَبٍ كَالْكُسُوفِ وَالِاسْتِسْقَاءِ وَالتَّحِيَّةِ وَنَحْوِهَا مِمَّا يُفْعَلُ لِعَارِضٍ زَالَ ؛ لِأَنَّ فِعْلَهُ لِذَلِكَ الْعَارِضِ وَقَدْ زَالَ ، وَلَوْ اعْتَادَ صَلَاةً ، وَلَوْ غَيْرَ مُؤَقَّتَةٍ فَفَاتَتْهُ سُنَّ لَهُ قَضَاؤُهَا قَالَ الرَّافِعِيُّ فِي صَوْمِ التَّطَوُّعِ : وَقَدْ يُنْدَبُ قَضَاءُ النَّفْلِ الْمُطْلَقِ كَأَنْ شَرَعَ فِيهِ ثُمَّ أَفْسَدَهُ . وَإِنْ كَانَتْ فَاتَتْ بِغَيْرِ عُذْرٍ لَمْ يَجُزْ لَهُ فِعْلُ شَيْءٍ مِنْ النَّوَافِلِ قَبْلَ قَضَائِهَا ؛ لِأَنَّهُ وَاجِبٌ عَلَيْهِ فَوْرًا وَبِصَرْفِ الزَّمَنِ لِلنَّوَافِلِ تَفُوتُ الْفَوْرِيَّةُ فَلَزِمَهُ الْمُبَادَرَةُ لِقَضَائِهَا ، وَهِيَ لَا تُوجَدُ إلَّا إنْ صَرَفَ لَهَا جَمِيعَ زَمَنِهِ فَيَجِبُ عَلَى مَنْ عَلَيْهِ فَوَائِتُ بِغَيْرِ عُذْرٍ أَنْ يَصْرِفَ جَمِيعَ زَمَنِهِ إلَى قَضَائِهَا ، وَلَا يَسْتَثْنِيَ مِنْ ذَلِكَ إلَّا الزَّمَنَ الَّذِي يَحْتَاجُ إلَى صَرْفِهِ فِيمَا لَا بُدَّ مِنْهُ مِنْ نَحْوِ نَوْمِهِ وَتَحْصِيلِ مُؤْنَتِهِ وَمُؤْنَةِ مَنْ تَلْزَمُهُ مُؤْنَتُهُ ، وَهَذَا ظَاهِرٌ ، وَإِنْ لَمْ يَذْكُرُوهُ ؛ لِأَنَّهُ إذَا لَزِمَهُ الْقَضَاءُ فَوْرًا كَانَ مُخَاطَبًا بِهِ خِطَابًا إيجَابِيًّا إلْزَامِيًّا فِي كُلِّ لَحْظَةٍ فَمَا اُضْطُرَّ لِصَرْفِهِ فِي غَيْرِ ذَلِكَ بِعُذْرٍ فِي التَّأْخِيرِ بِقَدْرِهِ . وَمَا لَمْ يُضْطَرَّ لِصَرْفِهِ فِي شَيْءٍ يَجِبُ عَلَيْهِ صَرْفُهُ فِي ذَلِكَ الْوَاجِبِ عَلَيْهِ الْفَوْرِيِّ ، وَإِلَّا كَانَ عَاصِيًا آثِمًا بِالتَّأْخِيرِ كَمَا أَنَّهُ عَاصٍ آثِمٌ بِالتَّرْكِ وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ . DALAM BUJAIRIMI ALAL KHOTIB JUZ 3 HAL 412 قَوْلُهُ : ( وَيُبَادَرُ ) بِفَتْحِ الدَّالِ الْمُهْمَلَةِ وَكَسْرِهَا بِفَائِتٍ إنْ فَاتَ بِلَا عُذْرٍ تَعْجِيلًا لِبَرَاءَةِ الذِّمَّةِ . قَوْلُهُ : ( إنْ فَاتَ بِلَا عُذْرٍ ) مَا لَمْ يَلْزَمْ عَلَيْهِ فَوَاتُ التَّرْتِيبِ كَأَنْ فَاتَهُ الظُّهْرُ بِعُذْرٍ وَالْعَصْرُ بِلَا عُذْرٍ ، فَيَبْدَأُ بِالظُّهْرِ نَدْبًا لَا بِالْعَصْرِ خِلَافًا لِمَنْ قَالَ قِيَاسُ قَوْلِهِمْ : إنَّهُ يَجِبُ قَضَاءُ مَا فَاتَ بِغَيْرِ عُذْرٍ فَوْرًا أَنْ تَجِبَ الْبُدَاءَةُ بِهِ وَإِنْ فَاتَ التَّرْتِيبُ الْمَحْبُوبُ . وَعُورِضَ بِأَنَّ خِلَافَ التَّرْتِيبِ خِلَافٌ فِي الصِّحَّةِ وَمُرَاعَاتُهُ أَوْلَى مِنْ مُرَاعَاةِ الْكَمَالَاتِ الَّتِي تَصِحُّ الصَّلَاةُ بِدُونِهَا وَهِيَ الْمُبَادَرَةُ ح ل وَشَرْحُ م ر وَمِنْ غَيْرِ الْعُذْرِ أَنْ تَفُوتَهُ الصَّلَاةُ فِي مَرَضِهِ فَيَجِبُ عَلَيْهِ قَضَاؤُهَا فَوْرًا بِأَنْ يَشْتَغِلَ جَمِيعَ الزَّمَنِ بِقَضَائِهَا مَا عَدَا مَا يُضْطَرُّ إلَيْهِ مِنْ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَمُؤَنِ مَمُونِهِ ، بَلْ يَحْرُمُ فِعْلُ التَّطَوُّعِ مَا دَامَتْ فِي ذِمَّتِهِ فَتَجِبُ الْمُبَادَرَةُ وَلَوْ عَلَى حَاضِرَةٍ إنْ اتَّسَعَ وَقْتُهَا ، بَلْ لَا يَجُوزُ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ لِمَنْ عَلَيْهِ فَوَائِتُ بِغَيْرِ عُذْرٍ أَنْ يَصْرِفَ زَمَنًا لِغَيْرِ قَضَائِهَا كَالتَّطَوُّعِ إلَّا مَا يُضْطَرُّ إلَيْهِ لِنَحْوِ نَوْمٍ أَوْ مَئُونَةٍ أَوْ لِفِعْلِ وَاجِبٍ مَضِيقٍ يَخْشَى فَوْتَهُ ا هـ تُحْفَةٌ قَالَ ع ش . وَمِثْلُهُ فِي التَّفْصِيلِ الْمَذْكُورِ نِسْيَانُ الْقُرْآنِ بَعْدَ بُلُوغِهِ لِفِسْقِهِ بِهِ ا هـ . فَيُصْرَفُ الزَّمَنُ الْمُتَقَدِّمُ فِي حِفْظِهِ إلَّا مَا اُسْتُثْنِيَ وَيَكْفِي فِي صِحَّةِ تَوْبَتِهِ الْعَزْمُ عَلَى الْحِفْظِ مَعَ الشُّرُوعِ فِيهِ ا هـ ا ط ف .